Jogja merupakan merupakan "my second hometown" bagi saya setelah kota Semarang. Karena di Jogja inilah saya pernah menjalankan tugas selama satu tahun ketika terjadi bencana gempa bumi yang cukup parah di tahun 2006 lalu. Selama menjalankan tugas saya tersebut, banyak hal yang saya pelajari dari budaya dan kearifan masyarakat lokal ketika saya berinteraksi lebih dekat dengan mereka. Satu prinsip yang hampir rata-rata dipegang oleh masyarakat lokal disana yang membuat saya kagum..yaitu prinsip "nrimo" dalam istilah Jawa nya, atau menerima apa adanya dalam arti yang sebenarnya. Ketika bencana gempa bumi meluluhlantakan sebagian besar rumah penduduk di daerah Bantul, tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban, baik korban luka-luka maupun korban harta. Dan sebagian besar dari mereka adalah para manula yang tidak sempat untuk menyelamatkan diri dari bencana.
Ketka saya melihat langsung kondisi rumah-rumah mereka yang rusak parah, sangat miris dan prihatin melihat kondisi tersebut, terlebih lagi sementara waktu mereka harus tinggal di dalam tenda-tenda yang dibagikan oleh pemerintah maupun bantuan dari lembaga-lembaga kemanusiaan. Namun dibalik semua duka tersebut, masih terlihat senyum bahagia dan semangat untuk bangkit dari kesedihan. Dalam suatu kesempatan saya berdialog dengan salah satu penduduk yang juga menjadi korban. Ketika saya tanyakan tentang perasaan